Politik Perdagangan VOC di Kerajaan Banjar
Jelita Silalahi
Jelita Silalahi
Jurusan Sejarah, Universitas Negeri Jakarta
Abstrak
Makalah ini mendiskusikan perihal latar belakang VOC melakukan monopoli perdagangan lada di Kesultanan Banjar. Kasus yang dipaparkan adalah Bagaimana VOC melakukan monopoli perdagangan pada masa Kesultanan Banjar maju pesat di abad ke-17 dan perpecahan atau konflik didalam kerajaan Banjar dan campur tangan kumpeni hingga penetrasi kumpeni di Banjarmasin.
Pendahuluan
Perkenalan pertama orang Banjar dengan Belanda terjadi ketika beberapa pedagang Banjar melakukan aktivitas perdagangan di Banten dalam tahun 1596. Akibat sikap Belanda yang sombong menyebabkan mereka tidak memperoleh lada di Banten dengan kata lain para pedagang di Banten tidak mau menjual lada kepada para pedagang Belanda. Sementara itu di pelabuhan Banten berlabuh dua buah jung dari kerajaan Banjarmasin yang dibawa pedagang-pedagang Banjar. Dua jung tersebut memuat lada yang merupakan “dagangan primadona” kerajaan Banjarmasin pada abad ke-17.
Karena tidak memperoleh lada di Banten, maka Belanda merampok lada dari dua buah kapal jung orang Banjar. Peristiwa ini,kesan awal orang Banjar terhadap Belanda sebagai kesan buruk. Bagi Belanda sendiri, pertemuan dengan orang Banjar tersebut menambah informasi tentang asal-usulnya datangnya lada itu, sehingga timbul keinginan untuk mengetahui daerah Banjarmasin . kemudian Belanda mengirim sebuah ekspedisi ke daerah Banjarmasin pada tanggal 17 juli 1607 yang dipimpin oleh Koopman Gillis Michielzoon. Utusan dan seluruh anggotanya diajak ke darat, dan kemudian seluruhnya di bunuh serta harta benda dan kapalnya di rampas.[1]
Dalam tahun 1610 armada Belanda tiba di Banjarmasin untuk membalas atas ekspedisi Gillis Michielzoon tahun 1607. Armada ini menjelang Banjarmasin dari arah pulau Kembang,menembaki Kuyin, ibukota kerajaan Banjarmasin. Penyerangan ini menghancurkan Banjar Lama atau kampung keraton dan sekitarnya,merupakan istana Sultan Banjarmasin karena itu Sultan Mustain Billah,Raja Banjarmasin yang ke 4 memidahkan ibukota kerajaan Banjarmasin dari Kuyin yang hancur ke Kayutangi, Martapura .[2]
Belanda meminta maaf atas perbuatannya merampok kapal Kerajaan Banjar dalam pelayaran perdagangan ke Brunai pada 4 juli 1626. Tapi meskipun kesalahan dalam pertikaian antara kedua bangsa ini telah di hapus, kontrak dagang antar 2 negara belum dapat diwujudkan, karena kapal-kapal Banjar diarahkan menekan harga Belanda, perdagangan kerajaan Banjar diarahkan ke Chocin Cina dan Makassar sehingga Belanda merasa di rugikan akibat perpindahan rute dagang.
VOC Melakukan Tindakan Monopoli
Bulan Juli 1633 wakil Kompeni Belanda G. Corszoon tiba di Banjarmasin, kedatangan Kompeni Belanda hanya digunakan sebagai tameng dari serbuan Mataram semata. Pertemuan antara Sultan dengan wakil kompeni armada Belanda, bahwa Belanda akan diberi monopoli asal Belanda bersedia menjamin keamanan pelayaran Orang Banjar terhadap serangan dari Mataram.
Namun kedatangan kapal Pearl Inggris di Banjarmasin, Tewseling dan Gregory tanggal 17 Juni 1635 menambah masalah baru, sebab Inggris juga meminta diperbolehkan secara resmi, untuk ikut berdagang dan mendirikan factory, yang bagi VOC tentunya membahayakan eksistensinya di Banjarmasin. Sultan memberi izin pada VOC membangun factory, sedangkan terhadap Inggris Sultan sangat marah. Hal ini disebabkan Inggris telah menghasut orang Makassar, agar menyerang Banjarmasin. Penolakan Sultan atas Inggris tidak seluruhnya disetujui kerabat istana Banjarmasin, sehingga menimbulkan pro- Inggris dan pro - Belanda.
Perjanjian disepakati pada 4 September 1635, Sultan diwakili oleh Syahbandar Ratna Diraja Goja Babouw dan pertemuan diadakan di Batavia. Inilah kontrak dagang pertama yang diadakan Kerajaan Banjar dengan Kompeni Belanda.[3] Kompeni Belanda di wakili oleh : Hendrik Brouwer, Anthonie van Diemen, Jan van der Burgh, Steven Barentszoon. Dalam perjanjian antara lain disebutkan :
a. Banjarmasin tak akan menjual atau mengekspor ladanya selama di Banjarmasin masih ada orang-orang VOC ataupun kapal-kapalnya.
b. Peminjaman uang sejumlah 3.000 real kepada Sultan yang akan dibayar kembali dengan lada seharga 5 real sepikulnya.
c. Pinjaman ini yang dibelikan kepada picins dan barang-barang lainnya atas nama Sultan boleh diangkut tanpa bea oleh kapal-kapal VOC.
Konflik Intern Kerajaan Banjar
Setelah penandatanganan kontrak dengan Banjar, orang Belanda tidak hanya membatasi diri pada perdagangan,tetapi juga turut campur dengan persoalan politik dalam negeri kerajaan Banjar. Ketika Banjarmasin mengalami banyak perpecahan intern yang disebabkan oleh konflik dinasti. Kehadiran unsur asing didaerah itu juga mengakibatkan akselerasi faksionalisme atau perpecahan dikalangan istana khususnya dan diantara penguasa setempat. Raja yang di dukung kompeni akhirnya tidak dapat menguasai keadaan. Di pihak lain, akibat campur tangan kompeni dalam urusan dalam negeri, semua penghuni kantor dagang Belanda di Kayutangi,Martapura di bunuh oleh golonan anti-Belanda. [4]
Tamjidullah raja Banjar pada masa itu berusaha mengalihkan kekuasaan dan hak mewarisi tahta keketurunannya sendiri, Natanegara. Kecuali menunda penobatan Mohamad yang pada saat itu adalah putra menantu. Mohammad kemuadian mengerahkan pengikutnya untuk bermukim di Tabanio, suatu tempat strategis dari mana pelayaran sekitar Banjar masin dapat diawasi. Dengan memakai kekerasan dan paksaan muatan kapal – kapal yang lewat dirampas. Tidak hanya untuk memperoleh kekayaan dan menghidupi rakyatnya tetapi juga sangat memukul perdagangan di Banjarmasin. Dalam menghadapi situasi konflik itu wakil VOC Paravinci, menjalankan politik mendua untuk memperoleh keuntungan dari kedua pihak. Pada tahun 1759 Mohammad dan pasukannya berhasil memaksa Tamjidullah untuk menyerahkan tahta kepadanya maka pada tanggal 3 Agustus 1759 dia naik tahta dengan gelar Sultan Mohammad Aliuddin Aminullah.
Pemerintahannya hanya berjalan selama satu tahun, kemudian meninggal karena penyakit dada, proses unsurpasi tahta kerajaan Banjarmasin oleh Wangsa P. Natanegara berjalan terus[5] dengan pengangkatan putra Natanegara, Sultan Sulaiman Saidullah sebagai pangeran. Dua dari tiga anak Mohammad Aliuddin Aminullah yang diberikan hak asuhnya nya kepada Natanegara, Abdullah dan Rahmat meninggal dibunuh, pangeran Amir menyadari atas setiap kejadian yang terjadi pada saudaranya, dia meminta izin untuk melaksanakan ibadah haji ke Mekkah akan tetapi dia tidak pergi haji melainkan mengunjungi Pamannya Arung Tarawe di Pasir. Arung Tarawe yang merupakan suku Bugis menyanggupi memberi bantuan pada pangeran Amir untuk menyerang Martapura untuk merebut tahta dari Pangeran Natanegara.[6] Perjanjian ini yang menyebabkan peperangan dan sebagai peristiwa yang terburuk bagi Kesultanan Banjarmasin, sebab dalam peperangan perebutan tahta ini bangsa Belanda dan orang - orang Bugis ikut campur tangan dimana Banjar mempunyai antipati terhadap orang bugis. Pada tahun 1785 Pangeran Amir dengan bantuan Arung Tarawe menyerang Martapura. Peperangan ini melibatkan pertentangan antar suku, yaitu suku Banjar dan suku Bugis, juga melibatkan orang Belanda sebagai bangsa yang “haus daerah”, untuk dijadikan tanah jajahan. Di Tabanio pasukan Bugis melakukan pembunuhan terhadap rakyat yang tidak berdosa yang tidak mengerti persoalan dan tidak mengerti perebutan tahta, pemusnahan kebun lada, sumber potensial dari perdagangan Kesultanan Banjarmasin dan sumber penghasilan rakyat, menawan rakyat dan selanjutnya dijadikan budak oleh orang Bugis, hal ini menyebabkan terjadinya pertentangan suku, suku Bugis dan suku Banjar. Hal ini pula menyebabkan hilangnya simpati rakyat Banjar terhadap pangeran Amir, sehingga rakyat Banjar tidak ada yang membantu perjuangan Pangeran Amir, suatu siasat yang merugikan Pangeran Amir sendiri. Memang penyerangan Pangeran Amir ini, sebagai realisasi balas dendam akan kematian ayahanda dan saudara-saudaranya.
Penyerangan Pangeran Amir ini menyebabkan Pangeran Natanegara membuat kontrak baru dengan VOC pada tahun 1787 untuk menjaga stabilitas kekuasaannya agar tetap berada di tangannya dan garis keturunannya. Hal-hal penting dari perjanjian itu ada 4 point :
1. Sultan menyerahkan daerah kekuasaannya atas Pasir, Laut, Pulo Tabanio, Mendawai, Sampit, Pambuang, Kotawaringin pada VOC.
2. Kerajaan Banjar adalah vazal VOC dan Sultan cukup puas dengan “uang tahunan”
3. Pengangkatan Sultan Muda dan Mangkubumi harus mendapat persetujuan VOC.
4. Kerajaan Banjar, hanyalah diperintah oleh keturunan Sultan Nata Alam.
Pangeran Natanegara menyadari bahwa atas serangan Pangeran Amir dengan pasukan Bugis tersebut, dan hanya VOC yang dapat menyelamatkannya, karena itulah tidak ada pilihan lain bagi Pangeran Nata, bahwa dia harus meminta bantuan VOC untuk mengusir pasukan Bugis tersebut.
Pangeran Natanegara mengatur siasat bahwa bagaimanapun juga Belanda harus dijadikan tameng untuk melindungi kedaulatannya, tetap terikat daengan Kesultanan Banjarmasin tetapi bukan sebagai penguasa. Kehadiran pasukan kompeni Belanda membantu Pangeran Natanegara, merupakan pasukan juru selamat terhadap kehancuran pemerintahan Pangeran Natanegara. Karena itulah dalam butir-butir isi perjanjian kedudukan Kompeni Belanda menunjukkan posisi dominan. Lebih tragis lagi adalah posisi Kerajaan Banjar hanya sebagai sebuah kerajaan pinjaman dari milik kompeni Belanda.[7]
Kemenangan diplomasi yang diperoleh Pangeran Natanegara adalah bahwa kompeni Belanda harus meminjamkan Kerajaan Banjar yang merupakan pinjaman abadi, tidak boleh dibatalkan kepada Pangeran Natanegara dan keturunannya. Kemenangan diplomasi lainnya adalah bahwa kerajaan Banjar sebagai kerajaan pinjaman yang kedudukannya setengah jajahan, tetapi persetujuan itu menghasilkan keputusan bahwa Kerajaan Banjar menempati kedudukan sebagai kerajaan yang kedudukannya setarap dengan Kompeni Belanda, sebagai kerajaan merdeka.
Belanda dalam masalah kontrak yang baru dibuat juga sebagai pimpinan bantuan untuk mengusir pasukan Bugis dari Kesultanan Banjarmasin. Pasukan Pangeran Natanegara bersama rakyat Banjar dan dibantu oleh pasukan VOC berhasil mengusir pasukan Bugis, dan menangkap Pangeran Amir dan selanjutnya dibuang ke pulau Ceylon (Srilangka). Kemenangan perang ini bagi Belanda, juga merupakan keuntungan besar sebab, bantuan Belanda bukanlah sia-sia dan hadiah dari kemenangan itu bagi Belanda sangat besar. Hak politik berada dalam tangan Belanda atas Kesultanan Banjarmasin bahkan Kesultanan Banjarmasin tak lebih dari sebuah vazal dari Belanda. Tetapi kenyataannya bukanlah demikian, Belanda hanya memperoleh impian dari kemenangan tersebut.
Pangeran Natanegara sekarang mulai mengatur siasat untuk mengusir kekuatan Belanda dari Kesultanan Banjarmasin. Tidak dengan kekuatan bersenjata tetapi dengan taktik perdagangan. [8]
Sejak perjanjian tahun 1787 sampai dengan 1797 merupakan sandiwara politik Kesultanan Banjar yang terbesar dengan Sultan Natanegara sebagai pemeran utamanya. Segala rencana perdagangan VOC disabot, bajak laut diorganisir untuk merampok kapal- kapal Belanda, perdagangan bebas dengan bangsa berjalan dengan lebih ramai sehingga VOC tidak berhasil memperoleh monopoli sebagaimana yang disebutkan dalam kontrak 1787.
Siasat yang paling berhasil yang dilakukan Sultan Natanegara ialah menghancurkan kebun lada sehingga populasi produksi lada berada dalam batas minimal. Menjelang tahun 1793 perdagangan lada sangat merosot ditambah dengan bajak laut yang menutup muara sungai Barito sehingga melumpuhkan perdagangan VOC. Bagi Belanda, Banjarmasin merupakan pos pengeluaran belaka dan sama sekali tidak mendatangkan keuntungan, bahkan menimbulkan kerugian, sehingga bagi Belanda mempertahankan melanjutkan hubungan dengan Banjarmasin menjadi beban yang berat. Dengan pertimbangan bahwa pelaksanaan perjanjian tahun 1787 mendatangkan kerugian bagi Kompeni Belanda, Kompeni Belanda mengadakan perjanjian tahun 1789 yang sangat merugikan dan menunjukkan kekalahan diplomasinya. Isi dari perjanjian itu menyebutkan bahwa Kompeni Belanda menetapkan Sultan Suleman Sa’idallah yang berkuasa memerintah di atas sekalipun tanah Kompeni dan Sultan pulalah yang memelihara Kerajaan itu sebagai kepunyaan sendiri. Segala keuntungan dari hasil kerajaan dan semua komoditi perdagangan yang sebelumnya menjadi hak Kompeni Belanda, sekarang diserahkan kepada Sultan. Kedaulatan atas daerah Pasir dan Laut Pulau yang telah diambil Kompeni, dikembalikan kepada Sultan. Biaya yang dikeluarkan Kompeni Belanda untuk memenuhi isi perjanjian tahun 1787, tidak sebanding dengan hasil yang diharapkan Belanda sebelumnya, dengan kata lain mempertahankan kedudukannya terhadap Kerajaan Banjar, Kompeni Belanda dihadapkan dengan risiko pengeluaran biaya yang sangat besar. Kewajiban Kompeni Belanda untuk membayar tiap-tiap tahun kepada Pangeran
Setelah melihat keberhasilan politik yang dijalankan maka Pangeran Natanegara mengirimkan utusan ke pulau Pinang, pusat perdagangan Inggris untuk bersama-sama mengusir Belanda dari kerajaan Banjarmasin. Begitu pula dikirim utusan ke Batavia, supaya VOC meninggalkan Banjarmasin. Akhirnya VOC meninggalkan Banjarmasin.Inilah bukti kemenangan diplomasi Sultan Natanegara yang menyebabkan Sultan berkuasa atas kerajaan sebagaimana sebuah kerajaan merdeka tanpa camput tangan kompeni Belanda.
Sultan Natanegara telah memainkan peranan yang sangat penting bagi politik kerajaan Banjarmasin dan berhasil mempertahankan kedaulatan dan keutuhan kerajaan Banjar dari dominasi kolonialisme Belanda. Tetapi kemenangan ini di bayar mahal bagi Kesultanan Banjar. Perdagangan merosot akibat kebun lada dihancurkan, sedangkan komoditi lada merupakan salah satu sumber devisa yang terpenting bagi kesultanan Banjarmasin. Abad ke-18 ditutup dengan meninggalnya Sultan Nata Alam, Sultan terbesar dalam kerajaan Banjar yang meninggal pada tahun 1801.[9]
Kesimpulan
Paparan di atas menggambarkan secara jelas tentang bagaimana akhirnya VOC melakukan penetrasi Territorial Occupation yang di dapat dari perjanjian antara VOC dengan Kerajaan Banjar. Kalau kita lihat, hak octroi diperoleh VOC atas Banjar diawali karena untuk mengantisipasi serangan dari Mataram yang sedang melakukan hegemoni daerah kekuasaan atas pulau Kalimantan dengan kata lain VOC dijadikan sebagai tameng atas kerajaan yang ingin menguasi Banjar serta Belanda menjamin keamanan pelayaran Orang Banjar terhadap serangan dari Mataram. Selain antisipasi serangan kerajan lain sangat tampak jelas bahwa hak monopoli yang diperoleh VOC tidak terlepas dari konflik Dinasti yang terjadi di kerajaan Banjar dimana Pangeran Tamjidullah berusaha mengalihkan kekuasaan dan hak mewarisi tahta kerajaan keketurunannya sendiri. Hal ini ditandai dengan menunda penobatan Mohammad Aliuddun dan lebih menonjolkan putranta Natanegara. Dengan demikian, terjadi peritiwa dimana Mohamad Aliuddin memaksa Tamjidullah untuk menyerahkan tahta kepadanya. Dalam keadaan konflik ini VOC yang sudah diberi hak monopoli sebelumnya ikut campur juga dalam urusan kerajaan.
Sultan Natanegara Putra Raja Tamjidullah mengadakan perjanjian dengan VOC setelah mendapat serangan dari saingannya pangeran Amir putra Mohamad Aliuddin untuk mengusir pangeran Amir yang meminta bantuan kepada pamannya orang Bugis Arung Tarawe. Dalam perjanjian itu dijelaskan bahwa kerajaan Banjar sebagai kerajaan pinjaman yang kedudukannya setengah jajahan, tetapi persetujuan itu menghasilkan keputusan bahwa Kerajaan Banjar menempati kedudukan sebagai kerajaan yang kedudukannya setarap dengan Kompeni Belanda, sebagai kerajaan merdeka. Hasilnya pasukan Pangeran Natanegara bersama rakyat Banjar dan dibantu oleh pasukan VOC berhasil mengusir pasukan Bugis, dan menangkap Pangeran Amir dan selanjutnya dibuang ke Srilangka.
Dapat dilihat lagi bagaimana Sultan Natanegara berhasil memainkan peran penting bagi politik Kerajaan Banjar, setelah berhasil mengusir pasukan Bugis dan membuang pangeran Amir, Pangeran Natanegara mulai mengatur siasat untuk mengusir kekuatan Belanda dari Kesultanan Banjar. Tidak dengan kekuatan bersenjata tetapi dengan taktik perdagangan yang membuat Belanda merasa rugi untuk mempertahankan Banjarmasin. Segala rencana perdagangan VOC disabot, bajak laut diorganisir untuk merampok kapal- kapal Belanda, perdagangan bebas dengan bangsa berjalan dengan lebih ramai sehingga VOC tidak berhasil memperoleh monopoli sebagaimana yang disebutkan dalam kontrak yang telah disepakati. Mempertahankan Banjar berarti beban dan VOC pun akhirnya meninggalkan Banjar dan sebagaimana sebuah kerajaan merdeka tanpa campur tangan kompeni Natanegara berhasil.
Daftar Pustaka
Poeponegoro, Marwati D. 2008. Sejarah Nasional Indonesia jilid III. Balai Pustaka: Jakarta
Kartodirdjo, Sartono. 1999 Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. Gramedia Pustaka:Jakarta
Paper Politik dan perdagangan lada di Kesultanan Banjarmasin (1747 - 1781) oleh Sulandjari Perpustakaan Universitas Indonesia Tesis S2 .Deskripsi Dokumen: http://www.lontar.ui.ac.id//opac/themes/libri2/detail.jsp?id=82338&lokasi=lokal
Sejarah Banjar (Badan penelitian dan Pengembangan Daerah Kalimantan Selatan)
[1] Poesponegoro, Marwati D dan Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia III (Balai Pustaka/Jakarta, 2008) , hlm.52
[2] Kartodirdjo, Sartono. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900. ( Gramedia Pustaka/Jakarta,1999), hlm. 122
[3] Ibid.Sejarah Nasional Indonesia III., hlm 383
[4] Ibid Sejarah Nasional Indonesia III,.hlm 383
[5] Ibid. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium, hlm.258